- previously titled as "I'm just joking." (2008/ 2009) -
Tempat ini begitu ramai, seperti sebuah terminal.
Rasanya kalau aku terus berjalan seperti ini, aku tidak akan sempat menyusul
teman-temanku didepan sana. Sial! Bahkan aku sudah kehilangan mereka.
Aku
rasa aku mengenal kelompok kecil yang berjalan tidak jauh didepanku. Ya, itu
Falqi dan teman-temannya. Teringat bahwa aku sudah tertinggal jauh dari
teman-temanku, aku memutuskan untuk berlari mengejar mereka. Entah kenapa aku
ingin sekali Falqi melihatku saat aku berlari melewatinya.
Aku
pun terus berlari hingga akhirnya menemukan teman-temanku bergerombol dibawah
sebuah tangga darurat yang terbuat dari besi. Mereka menyapaku dan aku tidak
mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka membicarakan ’bla...bla’ dan
’bla...bla...bla’. Salah satu dari temanku berkata padaku (aku tidak ingat
siapa) bahwa aku dan juga mereka harus mencari ’bla...bla...bla’ kemudian
’bla...bla’. Belum sempat aku menanyakan untuk memperjelas ucapannya, tubuhku
sudah terdesak ke tangga darurat oleh orang-orang dibelakangku, dan Falqi
beserta teman-temannya juga sudah sampai.
Giliranku
tiba untuk menaiki tangga tersebut. Aku dibantu oleh salah satu temanku saat
menaiki tangga besi itu. Aku berpegangan erat pada besi dingin yang baunya
menusuk hidungku. Bau itu berasal dari serpihan besi yang terkelupas karena
karat. Saat menaikinya, sekali lagi aku ingin sekali Falqi melihatku. Oh,
sudahlah...ada apa denganku?
Dunia
disekelilingku terasa berputar dan sedetik kemudian aku sudah berada dihalaman
sebuah rumah, tepat di pintu pagarnya. Tidak ada Falqi, teman-temanku, maupun
teman-temannya. Aku teringat bahwa aku harus mencari ’bla...bla...bla’ dan
’bla...bla’. Hal ini benar-benar aneh dan membuatku bingung. Aku bertanya pada
hampir semua orang yang kutemui. Tapi, semua jawaban mereka sama. Tidak ada
’bla...bla...bla’. kemudian aku melihat seorang nenek yang sedang sibuk dengan
pekerjaannya. Mungkin memasak atau mencuci piring. Entahlah. Aku bertanya
padanya,
”Permisi, apa nenek tau dimana saya bisa menemukan ’bla...bla...bla’?”.
Dia memandangku kemudian
menunjuk sepetak bagian terbuka dengan sebuah keran air.
”Apa itu...?”.
Tapi aku tidak tau apa yang
harus kuucapkan. Aku terlalu bingung. Kemudian nenek itu terkekeh, terlihat
beberapa giginya yang sudah tanggal.
Sekali lagi dunia disekelilingku
berputar saat aku berbalik. Tiba-tiba saja aku berada dikoridor sebuah hotel,
setidaknya menurutku begitu. Jantungku seakan berhenti berdetak ketika
menyadari siapa yang berjalan kearahku. Dia terlihat sedikit terburu-buru. Kau
tau siapa dia? Dia adalah Ryan! Sang vokalis One Republic
itu! Band yang baru-baru ini sangat kugemari. Dia menghentikan langkahnya
didepanku. Aku masih terpaku melihatnya tapi ingin mengatakan sesuatu, kemudian
dengan gugup berkata,
“Hi, Ryan. I’m your fans. You have a great voice. Errr…good luck for the concert! I’ll be there also”.
Dia merapikan jas abu-abu ditangannya sambil tersenyum
kemudian berkata,
“Thank you…”.
Kau seharusnya berada disana! Kau tau, itu adalah senyum
termanis yang pernah ada! Senyum dari Ryan, sang vokalis One Republic itu.
No comments:
Post a Comment